
on
Pernahkah kamu merasa sibuk mencari sesuatu yang sempurna? Entah itu pasangan, pekerjaan, atau bahkan diri sendiri. Saya juga pernah ada di fase itu. Saya merasa kalau saya terus berusaha, berjalan semakin jauh, dan mencari di banyak tempat, akhirnya akan menemukan sesuatu atau seseorang yang benar-benar sempurna. Tapi semakin saya jalani, semakin jelas satu hal: kesempurnaan itu dibentuk, bukan dicari.
Mencari yang Sempurna, Tapi Tak Pernah Menemukan
Dulu, saya sering berpikir kalau kesempurnaan itu sesuatu yang bisa ditemukan. Saya menaruh harapan pada orang lain, pada situasi tertentu, bahkan pada diri saya sendiri. Misalnya, saya berharap bertemu pasangan yang sudah serba pas: pengertian, sabar, selalu bisa menebak perasaan saya tanpa saya perlu bicara panjang lebar. Nyatanya, saya selalu kecewa.
Semakin saya mencari yang sempurna, semakin sulit rasanya untuk menemukan. Karena ternyata tidak ada manusia yang benar-benar sesuai dengan gambaran ideal dalam kepala saya. Dan di titik itu, saya sadar, kesempurnaan itu dibentuk, bukan dicari.
Cerita Nyata: Hubungan yang Bertumbuh
Saya masih ingat ketika memulai sebuah hubungan. Awalnya, saya banyak menuntut. Saya ingin pasangan saya bisa membaca pikiran, selalu ada di saat saya butuh, dan tidak pernah salah. Tapi dalam kenyataan, dia juga manusia. Ada kalanya dia sibuk, ada kalanya dia lupa, ada kalanya dia berbeda pendapat dengan saya.
Di momen itu, saya sempat merasa kecewa. Namun perlahan saya belajar: hubungan bukan soal menemukan orang yang sempurna, tapi bagaimana kami berdua saling melengkapi. Dari diskusi panjang hingga pertengkaran kecil, justru di situlah kami belajar tumbuh bersama. Proses itu tidak instan, tapi berharga. Dan akhirnya saya sadar, kesempurnaan itu dibentuk, bukan dicari.
Hidup yang Tidak Lurus
Hidup pun begitu. Saya dulu berharap jalannya lurus, tanpa hambatan. Semua sesuai rencana, semua bisa diprediksi. Tapi realitanya, hidup penuh belokan. Ada kegagalan yang membuat saya jatuh. Ada kehilangan yang bikin saya merasa hampa. Ada rasa sakit yang begitu dalam.
Namun justru dari hal-hal itulah saya belajar. Dari kegagalan, saya tumbuh lebih kuat. Dari kehilangan, saya belajar menghargai apa yang ada. Dari rasa sakit, saya mengerti arti empati. Semua pengalaman itu membentuk diri saya yang sekarang. Dan dari situ, saya paham bahwa kesempurnaan itu dibentuk, bukan dicari.
Kalau kamu ingin membaca perspektif lain tentang bagaimana menerima ketidaksempurnaan dalam hidup, saya sarankan artikel ini dari Psychology Today: The Beauty of Imperfection.
Menghargai Perjalanan, Bukan Hasil Akhir
Kita sering kali terjebak dalam bayangan hasil akhir. Kita ingin pekerjaan yang sempurna, pasangan yang sempurna, hidup yang sempurna. Padahal, yang paling berharga justru perjalanan untuk sampai ke sana.
Saya pernah mengejar banyak hal sekaligus, berharap salah satunya bisa memberi rasa puas. Tapi semakin saya mengejar, semakin saya merasa kosong. Baru ketika saya mulai menikmati perjalanan—berproses, berusaha, gagal, lalu bangkit lagi—saya merasa hidup ini lebih bermakna. Dan dari situlah saya melihat, ternyata kesempurnaan tidak perlu dicari jauh-jauh. Ia tumbuh perlahan dari langkah-langkah kecil yang saya ambil setiap hari.
Kesempurnaan Versi Saya
Sekarang, saya tidak lagi mencari yang sempurna dalam arti tanpa cacat. Saya lebih memilih membentuk kesempurnaan versi saya sendiri. Entah dalam hubungan, pekerjaan, atau kehidupan sehari-hari.
Kesempurnaan bagi saya adalah ketika saya bisa tertawa meski hari terasa berat. Ketika saya punya orang-orang yang bisa saya andalkan, meski kami sering berbeda pendapat. Ketika saya bisa menerima diri sendiri, meski penuh kekurangan.
Di titik ini, saya sadar bahwa kesempurnaan memang bukan sesuatu yang ditemukan di ujung dunia. Tapi sesuatu yang tumbuh dari keberanian untuk menjalani hidup, menerima apa adanya, lalu perlahan memperbaiki diri bersama orang-orang yang saya sayangi.
Tips Membentuk Kesempurnaan dalam Hidup
Kalau saya boleh berbagi, berikut beberapa hal sederhana yang bisa membantu kita membentuk kesempurnaan versi kita sendiri:
- Belajar menerima ketidaksempurnaan.
Tidak ada manusia yang sempurna, begitu juga dengan hidup. Semakin cepat kita menerima hal ini, semakin ringan langkah kita. - Fokus pada proses, bukan hasil akhir.
Hasil memang penting, tapi perjalanan untuk mencapainya jauh lebih berharga. Nikmati proses belajar, jatuh, dan bangkit lagi. - Bertumbuh bersama orang lain.
Hubungan yang sehat bukan soal siapa yang sempurna, tapi bagaimana dua orang mau berproses dan melengkapi satu sama lain. - Syukuri hal kecil setiap hari.
Kadang kesempurnaan terasa ketika kita belajar menghargai hal sederhana: senyuman, obrolan ringan, atau waktu bersama keluarga. - Berikan ruang untuk diri sendiri.
Jangan lupa, kesempurnaan juga datang dari bagaimana kita berdamai dengan diri sendiri, menerima kekurangan, dan tetap berusaha memperbaiki diri.
Menutup Pencarian, Membuka Perjalanan Baru
Jadi, kalau kamu saat ini masih sibuk mencari yang sempurna, coba berhenti sebentar. Lihat ke sekelilingmu. Mungkin yang kamu butuhkan bukan lagi pencarian tanpa henti, tapi keberanian untuk membentuk kesempurnaan dari apa yang sudah kamu miliki.
Karena pada akhirnya, hidup ini bukan tentang menemukan hal yang sempurna, melainkan membentuknya lewat proses. Lewat kerja sama, lewat rasa sabar, lewat kesediaan untuk belajar, dan lewat cinta yang kita tanam setiap hari.
Dan dari pengalaman saya sendiri, saya bisa bilang dengan yakin: kesempurnaan itu dibentuk, bukan dicari.
